Pandemi Covid-19 Memunculkan Wabah Trojan Perbankan di Asia Pasifik
TEMPO.CO, Jakarta - Analisis data historis Kaspersky Security Network (KSN) menemukan peningkatan pembayaran nontunai di Asia Pasifik sejalan dengan meningkatnya Trojan perbankan di wilayah itu.
Vitaly Kamluk, Direktur Global Research dan Analysis Team (GReAT) untuk Asia Pasifik di Kaspersky, mengatakan jauh sebelum pandemi Covid-19, Asia Pasifik selalu menjadi salah satu pemimpin adopsi pembayaran digital. “Tentu didorong oleh negara-negara maju seperti Cina, Jepang, Korea Selatan, dan bahkan India,” ujar dia dalam keterangan tertulis, Senin, 18 Oktober 2021.Menurutnya, pandemi ini memperluas penggunaan teknologi secara signifikan, terutama di negara berkembang di Asia Tenggara dan Asia Selatan. Kebijakan pembatasan sosial untuk memutus penyebaran virus memaksa semua orang mengalihkan transaksi keuangannya secara online.
“Tapi, sekarang, setelah menganalisis angka historis yang kami miliki tentang ancaman finansial, saya juga mengetahui bahwa ada wabah lain yang dimulai pada awal 2019 di Asia Pasifik, yaitu Trojan perbankan,” katanya lagi.
Tujuan utama malware ini, mendapatkan kredensial akses atau kata sandi satu kali (OTP) ke rekening bank online, atau memanipulasi pengguna dan membajak kontrol akses perbankan langsung dari pemilik yang sah. Karena meningkatnya penggunaan pembayaran online dan konsumen yang butuh perbaikan dalam melindunginya, Trojan perbankan adalah salah satu malware yang paling berdampak bagi pengguna rumahan.Analisis data historis selama satu dekade dari KSN menunjukkan, Korea Selatan adalah salah satu negara pionir di Asia Pasifik yang menderita Trojan perbankan sepanjang 2011-2012. Namun, sejak 2013 statistik menunjukkan jumlah infeksinya relatif rendah dan kini berada di bagian bawah daftar negara yang terinfeksi Trojan perbankan di wilayah tersebut.
Sebagian besar negara maju lainnya juga menunjukkan statistik deteksi Trojan perbankan yang rendah. Sementara negara berkembang tampaknya telah dan tetap menjadi hot spot atau area menggiurkan bagi para pelaku kejahatan siber sejak 2019.
Kamluk menambahkan, Trojan perbankan bukanlah masalah terbesar di banyak negara di Asia Pasifik hingga 2019 ketika wabah infeksi muncul di beberapa negara sekaligus. Sejak saat itu tidak ada yang melihat ke belakang. Telemetri Kaspersky menunjukkan bahwa ancaman berbahaya ini telah berkembang dalam hal deteksi dan jangkauan.
“Kami melihat bahwa hal itu akan terus menimbulkan ancaman signifikan bagi organisasi keuangan dan individu di wilayah ini karena kami terus melihat lebih banyak pengguna,” tutur dia sambil menambahkan bahwa startup yang terjun ke bidang pembayaran digital juga semakin banyak.
Dalam hal distribusi regional, Filipina mencatat jumlah pengguna unik tertinggi yang diserang di Asia Pasifik dengan 22,26 persen dari semua Trojan perbankan yang ditemukan di wilayah tersebut, diikuti oleh Bangladesh (12,91 persen), Kamboja (7,16 persen), Vietnam (7,04 persen), dan Afghanistan (7,02 persen).